makalah aliran pendidikan klasik
ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN KLASIK
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan sebuah hal yang sangat penting bagi kemajuan suatu
bangsa.Pendidikan adalah suatu kegiatan yang berguna memberikan bekal
pegetahuan dan penumbuhan karakter serta akhlak yang baik.Pendidikan yang ada
sekarang merupakan hasil dari perjalanan yang sangat panjang dan mengalami
banyak sekali perubahan dan perkembangan.Aliran-aliran pendidikan juga muncul
disebabkan kondisi lingkungan pendidikan,subyek dan obyek pendidikan.Salah satunya
adalah aliran-aliran klasik dalam pendidikan.
B. ALIRAN-ALIRAN KLASIK DALAM PENDIDIKAN
Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan sejak
dulu, kini, dan masa yang akan datang terus berkembang. Hasil-hasil dari
pemikiran itu disebut aliran atau gerakan baru dalam pendidikan. Aliran
atau gerakan tersebut mempengaruhi pendidikan diseluruh dunia,
termasuk juga di Indonesia. Teori pendidikan klasik berlandaskan
pada filsafat klasik,
yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan
dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan
isi pendidikan dari pada prosesnya. Isi pendidikan atau bahan pengajaran
diambil dari sari ilmu pengetahuan yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh
para ahli di bidangnya dan disusun secara logis dan sistematis. Misalnya teori
fisika, biologi, matematika, bahasa, sejarah dan
sebagainya.
Perbedaan padangan tentang faktor dominan dalam
perkembangan manusia tersebut menjadi dasar perbedaan pendangan tentang peran
pendidikan terhadap manusia, mulai dari yang paling pesimis sampai yang paling
optimis. Aliran-aliran itu pada umumnya mengemukakan satu faktor dominan
tertentu saja dan dengan demikian suatu aliran dalam pendidikan akan mengajukan
gagasan untuk mengoptimalkan faktor tersebut untuk mengembangkan manusia.
C. Aliran-aliran pendidikan klasik
Aliran-aliran klasik terdiri atas
aliran empiris, nativisme, naturalisme, dan konvergensi.Aliran ini
menghubungkan pemikiran dimasa lalu, sekarang, dan mungkin di masa yang akan datang.
Aliran ini memicu munculnya berbagai argumen-argumen tentang pendidikan, mulai
dariyang pesimis hingga yang paling optimis. Selain itu, muncul pula beragam
gerakan baru dalam pendidikan yang pengaruhnya masih terasa sampai
sekarang. Yaitu gerakan pengajaran alamsekitar, pengajaran pusat perhatian, sekolah
kerja, dan pengajaran proyek. Kemunculan gerakan baru tersebut memunculkan
beragam pro dan kontra dalam masyarakat.
1.
Aliran
Empirisme
Aliran ini
menganut paham yang berpendapat bahwa segala pengetahuan, keterampilan dan
sikap manusia dalam perkembanganya ditentukan oleh pengalaman (empiris) nyata
melalui alat inderanya baik secara langsung berinteraksi dengan dunia luarnya
maupun melalui proses pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara
langsung (Joseph, 2006).Bisa di katakan juga aliran yang menganggap bahwa manusia itu dalam hidup dan
perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia luar, sedangkan
pengaruh-pengaruh dari dalam (factor keturunan) dianggapnya tidak ada. Aliran
ini bertolak dengan lockean tradition, yang mementingan stimulasi eksternal dan
perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada
lingkungan, sedangkan permbawaan tidak dipentingkan.
Jadi segala
kecakapan dan pengetahuanya tergantung, terbentuk dan ditentukan oleh pengalaman.
Sedangkan pengalaman didapatkan dari lingkungan atau dunia luar melalui indra,
sehingga dapat dikatakan lingkunganlah yang membentuk perkembangan manusia atau
anak didik. Bahwa hanya lingkunganlah yang mempengaruhi perkembangan anak.
John Locke (dalam Joseph: 2006) tak ada sesuatu
dalam jiwa yang sebelumnya tak ada dalam indera. Ini berarti apa yang terjadi,
apa yang mempegaruhi apa yang membentuk perkembangan jiwa anak didik adalah lingkungan
melalui pintu gerbang inderanya yang berarti tidak ada yang terjadi dengan
tiba-tiba tanpa melalui proses penginderaan.
Aliran ini dipelopori oleh seorang filsuf
inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “tabula rasa”,
yakni anak lahir didunia bagaikan kertas putih yang bersih.
Menurut
pandangan empirisme pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab
pendidik dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima
oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman. hal ini juga banyak mempengaruhi pola
pikir orang Indonesia, sebagai contoh, banyak orang tua yang memaksa anaknya
untuk tumbuh kearah yang mereka inginkan tanpa menghiraukan bakat, pembawaan,
serta cita-cita anak itu sendiri.
Aliran empirisme di pandang berat sebelah sebab
hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan
kemampuan dasar yang di bawa anak sejak lahir di anggap tidak menentukan,
menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil
karena berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Keberhasilan ini
disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri yang berupa
kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat
mengembangkan bakat atau kemampuan yang telah ada dalam dirinya. Meskipun
demikian, penganut aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat yang
memandang manusia sebagai makhluk yang pasif dan dapat diubah, umpamanya
melalui modifikasi tingkah laku. Hal itu tercermin pada pandangan scientific
psycology Skinner ataupun dengan behavioral. Behaviorisme itu menjadikan
prilaku manusia tampak keluar sebagai sasaran kajianya, dengan tetap menekankan
bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Meskipun
demikian, pandangan-pandangan behavioral ini juga masih bervariasi dalam
menentukan faktor apakah yang paling utama dalam proses belajar itu sebagai
berikut:
a. Pandangan
yang menekankan peranan pengamatan dan imitasi.b.Pandangan yang menekankan peranan dari dampak ataupun balikan dari sesuatu
perilaku.
c. Pandangan yang menekankan peranan stimulus atau rangsangan terhadap perilaku.
Seperti yang akan dikemukakan pada butir atau
aliran konvergensi pada bagian ini, beberapa pendapat dalam pandangan
behavioral tersebut tidak lagi sepenuhnya ala ”Tabula Rasa” dari J. Locke,
karena telah mulai diperhatikan pula faktor-faktor internal dari manusia.
Namun
aliran ini dapat dibenarkan/diperkuat dengan contoh berikut :
Ada 2 anak kembar, mereka dianggap mempunyai
kesanggupan dan sifat-sifat yang sama.kemudian keduanya dipisahkan semenjak
lahir yang satu dibesarkan di lingkungan desa dan dididik oleh keluarga
petani, yang satu lagi dibesarkan di kota dan dididik oleh keluarga kaya raya.
Bakat
dan kesanggupan keduanya juga berbeda yang satu menjadi guru, sedangkan yang
satu lagi menjadi saudagar. Yang menyebabkan perbedaan itu adalah pendidikan
dan lingkungan yang berbeda tadi.
Ajaran-ajaran
pokok empirisme yaitu:
1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk
1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk
dengan menggabungkan apa yang dialami.
2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau
2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau
rasio.
3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung
3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung
dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan
matematika).
5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa
5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa
acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal
budi
mendapat tugas untuk mengolah
bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-
6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan.
Tokoh-Tokoh Empirisme
Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.
a. John Locke (1632-1704)
Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke :
Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi.
Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri).
b. David Hume (1711-1776).
David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding, terbit tahun 1748 dan an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751.
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch myself at any time without a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan “(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan, rangkaian pemikiran tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:
Beberapa Jenis Empirisme
1. Empirio kritisisme
Disebut juga Machisme. ebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.
2. Empirisme Logis
Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut :
a. Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
b. Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika
c. Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
3. Empiris Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.
2.
Aliran
Nativisme
Istilah Nativisme dari asal kata natives yang
artinya terlahir. Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpangaruh
besar terhadap pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini adalah Arthur
Schopenhauer(1788-1869), seoran filosofis Jerman. Aliran ini identik dengan
pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam. Aliran ini
berpendapat bahwa perkembangan manusia itu telah di tentukan oleh faktor-faktor
yang di bawa manusia sejak lahir,pembawaan yang telah terdapat pada waktu lahir
itulah yang menentukan hasil perkembangannya. Aliran nativisme bertolak dari
Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuandalam diri anak, sehingga factor
lingkungan termasuk factor pendidikan, kurang berpengaruhterhadap perkembangan
anak. Hasil perkembangan tersebut sudah ditentukan oleh pembawaanyang sudah
diperoleh sejak lahir
Menurut aliran nativisme, pendidikan tidak
dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Dalam ilmu pendidikan pandangan seperti
ini di sebut pesimistis pedagogis.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan
pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri.
Bagi nativisme lingkungan lingkungan sekitar tidak mempengaruhi perkembangan
anak, penganut aliran ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat
maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya kalau anak mempunyai pembawaan baik
maka dia akan baik. pembawaan baik dan buruk ini tidak dapat di ubah dari luar. Meskipun dalam kenyataan sehari-hari, sering
ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan ana juga mewarisi
bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan
satu-satunya factor yang menentukan perkembangan masih banyak factor yang dapat
mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
Jadi menurut
pemaparan di atas telah jelas bahwa pendidikan menurut aliran nativisme tidak
bisa mengubah perkembangan seorang anak atau tidak mempunyai pengaruh sama
sekali. Karena menurut mereka baik buruknya seoang anak di tentukan oleh
pembawaan sejak lahir, dan peran pendidikan di sini hanya sebatas mengembangkan
bakat saja. Misalnya: seorang pemuda sekolah menengah mempunyai bakat musik,
walaupun orang tuanya sering menasehati bahkan memarahinya supaya mau belajar,
tapi fikiran dan perasaanya tetap tertuju pada musik dan dia akan tetap
berbakat menjadi pemusik.
Seorang
filsuf dari aliran ini, G. Leibnitz menyatakan bahwa dalam diri manusia
terdapat suatu inti pribadi yang mendorong manusia untuk
menentukan pilihan sendiri. Pernyataan inilah yang merupakan pokok acuan
dari aliran nativisme. Namunsebenarnya, factor hereditas dan lingkungan
merupakan dua hal yang penting dalam perkembangan anak.
Ø
Faktor Perkembangan Manusia Dalam Teori
Nativisme
a) Faktor genetic adalah
faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul
dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang
penyanyi maka anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang
prosentasenya besar.
b) Faktor Kemampuan Anak adalah
faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam
dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang
ada dalam dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah
yang mendorong setiap anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya
sesuai dengan bakat dan minatnya.
c) Faktor Pertumbuhan Anak adalah
faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan
dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka
dia kan bersikap enerjik, aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang
dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut
tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki.
Ø
Tujuan Teori Nativisme
Didalam teori ini menurut G. Leibnitz: Monad
“Didalam diri individu manusia terdapat suatu inti pribadi”. Sedangakan dalam
teori Teori Arthur Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa perkembangan
manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Sehingga dengan teori ini
setiap manusia diharapkan:
1. Mampu
memunculkan bakat yang dimiliki
2. Mendorong
manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
3. Mendorong
manusia dalam menetukan pilihan
4. Mendorong
manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang
5. Mendorong
manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
3. Aliran
Naturalisme
Naturalisme
merupakan teori yang menerima “nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas.
Istilah “nature” telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai
dari dunia fisik yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total
dari fenomena ruang dan waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita
oleh sains alam. Istilah naturalisme adalah sebaliknya dari istilah
supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik terhadap alam dengan
adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di luar alam ( Harold H. Titus
e.al. 1984).
Aliran
ini memiliki persamaan dengan nativisme, dipeolopori oleh seorang filsuf
prancis J.J. Rousseau (1712- 1778). Berbeda dengan schoperhauer, Rousseau
berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik.
Pembawaan rossedu juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa
malah dapat merusak pembawaan anak yang baik itu. Karena itu,Jean Jaquest Rousseau menciptakan konsep
pendidikan alam, artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri
menurut alamnya, manusia jangan banyak mencampurinya.
Aliran
ini disebut juga negativism, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan
pertumbuhan anak pada alam, jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan.
Namun aliran ini sangat berbanding terbalik dengan kenyataan, karena makin lama
pendidikan semakin diperlukan.
Aliran
ini mempunyai kesamaan dengan teori nativisme bahkan kadang-kadang disamakan.
Padahal mempunyai perbedaan-perbedaan tertentu. Ajaran dalam teori ini
mengatakan bahwa anak sejak lahir sudah memiliki pembawaan sendiri-sendiri baik
bakat minat, kemampuan, sifat, watak dan pembawaan-pembawaan lainya. Pembawaan
akan berkembang sesuai dengan lingkungan alami, bukan lingkungna yang
dibuat-buat. Dengan kata lain jika pendidikan diartikan sebagai usahan sadar
untuk mempengaruhi perkembangan anak seperti mengarahkan, mempengaruhi,
menyiapkan, menghasilkan apalagi menjadikan anak kea rah tertentu, maka usaha
tersebut hanyalah berpengaruh jelek terhadapperkembangan anak. Tetapi jika
pendidikan diartikan membiarkan anak berkembang sesuai dengan pembawaan dengan
lingkungan yang tidak dibuat-buat (alami) makan pendidikan yang dimaksud
terakhir ini betrpengaruh positif terhadap perkembangan anak.
Jean Jaquest Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala
keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) sehingga
kebaikan anak-anak yang di peroleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu
dapat tampak secara spontan dan bebas. Jean Jaquest Rousseau juga
berpendapat bahwa jika anak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma,
hendaklah orang tua atau pendidik tidak perlu untuk memberikan hukuman, biarlah
alam yang menghukumnya. Jika seorang anak bermain pisau, atau bermain api
kemudian terbakar atau tersayat tangannya, atau bermain air kemudian ia
gatal-gatal atau masuk angin. Ini adalah bentuk hukuman alam. Biarlah anak itu
merasakan sendiri akibatnya yang sewajarnya dari perbuatannya itu yang nantinya
menjadi insaf dengan sendirinya
Ø Hukum
alam memiliki ciri sebagai berikut :
1) Segalanya
berkembang dari alam
2) Perkembangan
alam serba teratur, tidak meloncat-loncat melainkan terjadi secara bertahap.
3) Alam,
berkembang tidak tergesa-gesa melainkan menunggu waktu yang tepat, sambil
mengadakan persiapan.
Ø Dimensi
filsafat pendidikan Naturalisme
a) Dimensi
utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme di bidang
pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam.Alam berkembang dengan teratur dan menurut
aturan waktu tertentu. Tidak pernah terjadi dalam perkembangan alam, seekor
kupu-kupu tiba-tiba dapat terbang tanpa terlebih dahulu mengalami proses
perkembangan mulai dari ulat menjadi kepompong dan seterusnya berubah menjadi
kupu-kupu. Begitu juga perkembangan alam yang lain, buah apapun di dunia,
selalu bermula dari bunga.
b) Dimensi kedua dari filsafat pendidikan
Naturalisme yang juga dikemukakan oleh Comenius adalah penekanan bahwa belajar
itu merupakan kegiatan melalui Indra. Seperti yang disarankan oleh Wolfgang
Ratke pada para guru. Guru, kata Ratke pertamakali hendaknya mengenalkan benda
kepada anak lebih dahulu, baru setelah itu penjelasan yang diperinci
(exposition) tentang benda tersebut.
c) Dimensi
ketiga dari filsafat pendidikan Naturalisme adalah pentingnya pemberian
pemahaman pada akal akan kejadian atau fenomena dan hukum alam melalui
observasi. Observasi berarti mengamati secara langsung fenomena yang ada di
alam ini secara cermat dan cerdas. Seperti yang dialami Copernicus, bahwa
pemahaman kita akan menipu kita, apabila kita berfikir bahwa mataharilah yang
mengelilingi bumi, padahal sebenarnya bumilah yang mengelilingi matahari.
d) Demensi
terakhir dari percikan pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme juga dikembangkan
oleh Jean Jacques Rousseau berkebangsaan Prancis yang naturalis mengatakan
bahwa pendidikan dapat berasal dari tiga hal, yaitu ; alam, manusia dan barang.
Bagi Rousseau seorang anak harus hidup dengan prinsip-prinsip alam semesta.
Ø Implikasi
Naturalisme di Bidang Pendidikan
Fenomena menarik di bidang pendidikan
saat ini adalah lahirnya berbagai model pendidikan yang menjadikan alam sebagai
tempat dan pusat kegiatan pembelajarannya. Pembelajaran tidak lagi dilakukan di
dalam kelas yang dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi lebih fokus pada
pemanfaatan alam sebagai tempat dan sumber belajar. Belajar di dan dengan alam
yang telah menyediakan beragam fasilitas dan tantangan bagi peserta didik akan
sangat menyenangkan. Tinggal kemampuan kita bagaimana “mengekploirasi” sumber
daya alam menjadi media, sumber dan materi pembelajaran yang sangat berguna.
Jika di dalam kelas subyektifitas
peserta didik tertekan oleh otoritas guru, maka di alam, guru dan peserta didik
dapat dengan leluasa menciptakan hubungan yang lebih akrab satu sama lain. Dari
hubungan yang akrab ini lebih lanjut terjadi hubungan emosional yang mendalam
antara guru dengan peserta didiknya. Dalam kondisi seperti ini, subyektifitas
peserta didik dengan sendirinya akan mengalir dalam diskusi dengan guru di mana
telah tercipta suasana belajar yang kondusif.
Menyatunya para siswa dengan alam
sebagai tempat belajar dapat memuaskan keingintahuannya (curiousity), sebab
mereka secara langsung face to face berhadapan dengan sumber dan materi pembelajaran
secara riil. Hal yang sangat jarang terjadi pada pembelajaran di dalam kelas.
Naturalisme dalam filsafat pendidikan
mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari seorang anak adalah kedua orang
tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi naturalis dimulai jauh hari sebelum
anak lahir, yakni sejak kedua orang tuanya memilih jodohnya. Tokoh filsafat
pendidikan naturalisme adalah John Dewey, disusul oleh Morgan Cohen yang banyak
mengkritik karya-karya Dewey. Baru kemudian muncul tokoh-tokoh seperti Herman
Harrell Horne, dan Herbert Spencer yang menulis buku berjudul Education:
Intelectual, Moral, and Physical. Herbert menyatakan bahwa sekolah merupakan
dasar dalam keberadaan naturalisme. Sebab, belajar merupakan sesuatu yang
natural, oleh karena itu fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran juga
merupakan sesuatu yang natural juga. Paham naturalisme memandang guru tidak
mengajar subjek, melainkan mengajar murid.
Terdapat lima tujuan pendidikan paham naturalisme yang sangat terkenal yang diperkenalkan Herbert Spencer melalui esai-esainya yang terkenal berjudul “Ilmu Pengetahuan Apa yang Paling Berharga?”. Kelima tujuan itu adalah (1) Pemeliharaan diri; (2) Mengamankan kebutuhan hidup; (3) Meningkatkan anak didik; (4) Memelihara hubungan sosial dan politik; (5) Menikmati waktu luang.
Spencer juga menjelaskan enam prinsip dalam proses pendidikan beraliran naturalisme. Delapan prinsip tersebut adalah (1) Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam; (2) Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik; (3) Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak; (4) Memperbanyak imlu pengetahuan merupakan bagian penting dalam pendidikan; (5) Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus otak; (6) Praktik mengajar adalah seni menunda; (7) Metode instruksi dalam mendidik menggunakan cara induktif; (Hukuman dijatuhkan sebagai konsekuensi alam akibat melakukan kesalahan. Kalaupun dilakukan hukuman, hal itu harus dilakukan secara simpatik. (J. Donald Butler :tt)
Terdapat lima tujuan pendidikan paham naturalisme yang sangat terkenal yang diperkenalkan Herbert Spencer melalui esai-esainya yang terkenal berjudul “Ilmu Pengetahuan Apa yang Paling Berharga?”. Kelima tujuan itu adalah (1) Pemeliharaan diri; (2) Mengamankan kebutuhan hidup; (3) Meningkatkan anak didik; (4) Memelihara hubungan sosial dan politik; (5) Menikmati waktu luang.
Spencer juga menjelaskan enam prinsip dalam proses pendidikan beraliran naturalisme. Delapan prinsip tersebut adalah (1) Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam; (2) Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik; (3) Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak; (4) Memperbanyak imlu pengetahuan merupakan bagian penting dalam pendidikan; (5) Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus otak; (6) Praktik mengajar adalah seni menunda; (7) Metode instruksi dalam mendidik menggunakan cara induktif; (Hukuman dijatuhkan sebagai konsekuensi alam akibat melakukan kesalahan. Kalaupun dilakukan hukuman, hal itu harus dilakukan secara simpatik. (J. Donald Butler :tt)
D.Penutup
Pendidikan klasik merupakan aliran
pendidikan pada awal masa perkembangan pendidikan didunia.Aliran klasik
pendidikan terdiri atas aliran empiris, nativisme, naturalisme, dan
konvergensi.Semua aliran tersebut memiliki makna dan tujuan serta pandangan yang
berbeda terhadap sebuah objek pendidikan.Tapi intinya pendidikan membutuhkan
hal yang sangat kompleks yang membangun pendidikan tersebut.Bukan hanya
sekolah,tapi lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga juga ikut
berpengaruh terhadap hasil pendidikan.
Daftar Pustaka
Komentar
Posting Komentar